Rabu, 25 Maret 2020

Bencana: Peristiwa Alamiah atau Kekuasaan Sang Pencipta?


Pengantar
            Bermacam-macam fenomena melanda kehidupan bangsa Indonesia, diantaranya adalah krisis yang melanda diberbagai aspek kehidupan seperti ekonami, politik, sosial, hukum, kebudayaan, hankam dan sebagainya. Dalam bidang ekonomi, adanya praktek monopoli, saling menipu, saling menindas, persaingan yang tidak sehat dan lunturnya kecintaan terhadap produk made in dalam negeri. Dalam bidang politik, kebijakan dipegang oleh sekelompok penguasa, persaingan para elit politik juga menunjukkan gejala yang kurang santun, adanya rasa saling mencurigai bahkan saling menjegal –yang mungkin sah-sah saja dalam dunia politik. Dalam bidang sosial ditandai oleh adanya kesenjangan sosial, hubungan antara sesama warga negara yang kurang harmonis. Dalam bidang hukum, penegak hukum yang masih diskriminatif, cenderung berpihak kepada yang lebih kuat, putusan hukum yang masih dapat di-kurs dengan mata uang. Dalam bidang kebudayaan, kurangnya pelestarian warisan budaya sehingga baru terbuka mata ketika kebudayaan tersebut akan “dirawat pihak lain”. Dalam bidang hankam misalnya akhir-akhir ini di ibu kota dan sekitarnya dihebohkan dengan “parsel bom”.
            Namun yang tak kalah serunya lagi dengan bermacam-macam krisis tersebut adalah berbagai musibah alam yang datangnya silih berganti –bahkan datang bertubi-tubi, hadirnya peristiwa satu dan lainnya hampir-hampir tidak berjarak– menghampiri bangsa ini. Mulai guncangan gempa di berbagai daerah, meletusnya Merapi, tanah longsor, puting beliung, cuaca ekstrem (banyaknya perahu-perahu nelayan yang memadati lahan parkir), banjir, gagal panen bahkan sulit tanam.
Implikasi Manusia dengan Fenomena Alam
            Munculnya peristiwa alam yang membawa kesengsaraan memang tidak diinginkan oleh setiap orang. Baik peristiwa tersebut secara langsung menimpa manusia atau dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut. Musibah memang datangnya tak terduga. Segala yang telah diperbuat manusia, yang dikira akan dapat dilihat, dipakai, dinikmati dan dibanggakan akan lenyap apabila musibah datang. Datangnya musibah yang tiba-tiba sering tak disadari oleh manusia, adanya ekologi yang tidak seimbang merupakan gejala-gejala terjadinya bencana alam. Pola hubungan yang dibangun antara manusia dengan alam masih jauh dari pola hubungan mutualism. Kesadaran untuk dapat hidup berdampingan dengan alam ini merupakan upaya yang gampang-gampang susah. Hanya kelompok minoritas saja yang menyadarinya, sehingga keharmonisannya sulit terwujud. Keunggulan manusia dibandingkan dengan mahluk lainnya di muka bumi ini hendaknya dapat benar-benar memanifestasikan apa yang di sebut Khalifah fi al Ardl.
            “Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang” adalah sepenggal syair lagu Ebit G Ade. Seakan-akan beliau mencari jawaban atas bencana yang terjadi di alam ini. Juga memberikan isyarat kepada kita bahwa terdapat tiga faktor yang selalu berada dalam ada bencana, Yaitu Tuhan, alam dan manusia. “Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang”, dari syair tersebut mengindikasikan adanya hubungan alam dengan kita (manusia) yang merupakan suatu ekosistem, tentunya dapat kita ketahui bagaimana hasil dari suata pola hubungan yang tidak harmonis di dalamnya. Wahai manusia bertanyalah pada dirimu sendiri dari apa yang telah engkau perbuat terhadap alam dan sebaliknya. Akan tetapi manusia sering lupa kalau peranannya dalam kehidupan ini juga mempunyai andil terhadap macam-macam bentuk perubahan diatas muka bumi ini. Ketika perubahan itu membawa maslahat untuk sekelilingnya, dengan bangga manusia menepuk dada. Tetapi apabila yang terjadi sebaliknya (terjadi bencana atau musibah) manusia saling menyalahkan satu sama lain, “manusia tempatnya salah dan lupa” sebagai postulasi, mengatakan kehendak taqdir,  bahkan tanpa merasa bersalah (feel guilty) menyatakan sebagai ketidakadilan Tuhan.  
“Kehadiran” Tuhan
            Seiring dengan datangnya bencana atau musibah ada kelompok lain yang mempertanyakan “mengapa Tuhan selalu diikutsertakan dalam setiap peristiwa natural yang menimpa manusia”. Dengan analisis ilmiahnya kaum ilmuwan akan menberikan penjelasan secara ilmiah. Atau rasionalis yang menolak apabila bencana dikaitkan dengan adzab Tuhan, karena cara pandang dan pola pikir mereka yang selalu mengedepankan akal sehat. 
            Munculnya beberapa pertanyaan yang menarik untuk kita memberikan opini. Pertama,   adakah korelasi langsung antara bencana dengan kerusakan moral?. Secara tidak langsung mungkin ada, misalnya penggundulan hutan secara liar, sehingga tidak ada yang menahan curah air hujan yang menyebabkan tanah longsor. Dampak kerusakan moral model ini akal dapat menjelaskan. Tetapi bagaimana dengan merajalelanya kemaksiatan, adakah korelasi langsung antara keduanya? Ini yang masih menjadi perdebatan dalam suatu kelompok. Secara tidak langsung pula mungkin ada. Kalau kita menggunduli hutan mengakibatkan tanah longsor, membuang sampah di sungai menyebabkan meluapnya aliran air misalnya, itu merupakan kedhaliman manusia terhadap alam. Tetapi kalau banyaknya kemaksiatan sehingga menimbulkan gempa bumi atau tsunami misalnya, itu merupakan bentuk kedurhakaan manusia kepada Tuhan secara langsung. Bukankah manusia telah dilarang untuk berbuat yang demikian?, dan juga karena Tuhan adalah pemilik segala yang terdapat di jagat raya ini. Mungkin ini merupakan salah satu bentuk “kemarahan” Tuhan sehingga terjadi bencana atau musibah. Ini sudah bukan lagi tugas akal untuk memberikan penjelasan.
        Kedua, kalau bencana (gempa bumi atau tsunami) merupakan adzab Tuhan terhadap kemaksiatan, mengapa yang menjadi korban tidak hanya pelakunya saja?. Dari pertanyaan tersebut, sepintas memang kita melihat adanya ketidakadilan. Situ yang berbuat, kenapa sini juga kena getahnya?
           Manusia mungkin lupa jika kemaksiatan sudah merajalela dan amar ma'ruf nahi munkar tidak lagi dijalankan, maka Allah SWT akan menurunkan adzabnya tidak hanya kepada orang-orang yang melakukan kedzaliman saja secara khusus, tetapi juga terhadap orang yang ada diantara mereka, karena tidak tegaknya amar ma’ruf nahi munkar.
            Allah SWT berfirman dalam surat al-Anfal ayat 25:

                                              واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خآصة واعلموا أن الله شديد العقاب


  Artinya: Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.
            Ini merupakan perbedaan antara umat nabi terdahulu dengan umat Muhammad SAW. Kalau umat nabi Nuh AS yang pembangkang ditelan oleh banjir skala internasional, umat nabi Shalih AS yang durhaka disambar petir dan Fir’aun cs tenggelam di laut merah. Tetapi bentuk adzab umat sekarang seperti yang dapat kita lihat kini.
            Ketiga, kalau bencana merupakan adzab terhadapn kemaksiatan, mengapa tidak semua yang berbuat maksiat tertimpa bencana? Di luar sana masih banyak yang berbuat kemaksiatan, tetapi masih aman-aman saja. Ini merupakan landasan kaum pemuja akal yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara bencana dan kemaksiatan. Seandainya setiap pendosa terdapat tanda; tangannya cacat, matanya buta atau tuli misalnya, rasanya di dunia ini sedikit sekali orang yang berbuat kemaksiatan. 
Penutup
            Hingga sekarang perspektif ilmiah dan religius masih muncul ketika terjadi bencana, yang keduanya selalu memberikan analisis sendiri-sendiri. Di satu sisi segala bentuk bencana dapat di berikan penjelasan secara alamiah, di sisi diperlukan juga pendekatan religius. Seiring dengan itu seorang Alim akan segera mengembalikan kepada kekuasaan dan kehendak Tuhan terhadap apa yang telah terjadi, baik sebagai bentuk peringatan Tuhan, sebagai ujian Tuhan, sebagai hukuman Tuhan maupun sebagai bentuk lain dari kasih sayang Tuhan (untuk memperoleh derajat yang mulia di sisi-Nya). Tidak menjadikan salah satu perspektif yang satu lebih unggul dari yang lain. Wa allahu‘alam bi as sowab.

الهى سلم الا مة من البلوى ومن لمة  #  ومن هول ومن هد مة بنيل الفضل يا الله


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GAYA KEPEMIMPINAN KHULAFAUR RASYIDIN